Perempuan sebagai pengurus rumah tangga merupakan salah satu prasangka yang melekat pada perempuan hingga saat ini. Meskipun saat ini telah banyak pergerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, sehingga telah banyak perempuan yang mendapatkan kesempatan dalam mengejar karir maupun pendidikannya. Namun, faktanya masih terdapat stereotype atau prasangka bahwa wanita karir dianggap mengabaikan keluarganya.

  Pendorong terjadinya prasangka dan diskriminasi terhadap perempuan. Persepsi atas kekuatan perempuan di bawah laki-laki masih ada dalam berbagai aspek seperti politik, Pendidikan, lingkungan pekerjaan dan sebagainya. Hal ini meresap menjadi sebuah unsur kebudayaan, dimana masyarakat masih mempercayai kendali tunggal oleh laki-laki dalam banyak bidang sehingga menimbulkan ketidaksetaraan akses dan kesempatan bagi perempuan untuk maju dalam bidang-bidang tersebut. Kebudayaan ini disebut budaya patriarki.

    Prasangka menimbulkan dampak negative Ketika hal tersebut membuat perempuan tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Prasangka tidak dapat mengarah pada kekerasan dan pelanggaran HAM, contohnya anggapan perempuan adalah hal yang dimiliki laki-laki (suami) mengarah pada eksploitasi secara seksual terhadap istri, perempuan, terkadang perempuan dianggap bersalah Ketika menjadi korban pelecehan seksual karena tidak berpakaian tertutup.

    Tips mengantisipasi prasangka dan diskriminasi terhadap perempuan ujar TeSAGa, salah satunya yang bisa dilakukan menghindari membenarkan prinsip stereotipe saat berinteraksi dengan orang lain, dapatkan dukungan keluarga, contohnya sampaikan secara halus jika mendapatkan perlakuan ketidak adilan, dengan adanya dukungan dari keluarga atau orang terdekat tentunya mendapatkan jalan keluarnya. Menghentikan diskriminasi terhadap perempuan pada level individu membutuhkan refleksi diri dan kemampuan untuk berubah.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan jika mengalami diskriminasi terhadap perempuan dengan berani untuk speak up. Penting bagi kita yang mengalami diskriminasi untuk memahami bahwa kita berhak dan bebas untuk menyuarakan apa yang kita alami. TeSAGa menambahkan bahwa “ketika korban enggan untuk speak up, hal ini mengarah ke normalisasi tindakan-tindakan diskriminatif, sehingga lingkaran ini tidak bisa terputus”. Mendukung Gerakan-gerakan yang menyuarakan kesetaraan gender dapat dilakukan untuk menghentikan diskriminasi gender. Menggunakan sosial media untuk  berpartisipasi dalam menyuarakan kesetaraan gender menjadi langkah sederhana yang dapat membawa perubahan besar.

    Menurut TeSAGa, "memperkuat perlindungan hukum undang-undang kekerasan dalam rumah tangga sangat diperlukan untuk melindungi perempuan, berbagi peran dalam rumah tangga secara imbang, memberikan bantuan dan dukungan jika anda mengetahui seorang teman atau kenalan menderita kekerasan dalam rumah tangga".